Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden pertama RI yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Susilo Bambang Yudhoyono yang sering disapa SBY dan Jusuf Kalla dilantik oleh MPR sebagai presiden dan wakil presiden RI ke-6 pada tanggal 20 Oktober 2004.Terpilihnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menjadi presiden dan wakil presiden diikuti dengan berbagai aksi protes mahasiswa, diantaranya aksi yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Udayana, Denpasar, Bali, yang meminta agar presiden terpilih segera merealisasikan janji-janji mereka selama kampanye presiden. Tidak lama setelah terpilih, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri segera membentuk susunan kabinet pemerintahannya yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu.
Sejak awal pemerintahannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memprioritaskan untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan pengangguran serta pemberantasan KKN yang ia canangkan dalam program 100 hari pertama pemerintahannya. Program pengentasan kemiskinan berkaitan langsung dengan upaya pemerataan dan pengurangan kesenjangan serta peningkatan pembangunan terutama di daerah-daerah yang masih tertinggal. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah bantuan langsung tunai (BLT). Pada tahun 2006, BLT dianggarkan sebesar Rp. 18,8 triliun untuk 19,1 juta keluarga. Tahun 2007 dilakukan BLT bersyarat bagi 500 ribu rumah tangga miskin di 7 propinsi, 51 kabupaten, 348 kecamatan. Bantuan tersebut meliputi bantuan tetap, pendidikan, kesehatan dengan rata-rata bantuan per rumah tangga sebesar Rp. 1.390.000 (Suasta, 2013: 31-33).Selain memfokuskan pada manusia dan rumah tangganya, program pengentasan kemiskinan juga berupaya untuk memperbaiki fisik lingkungan dan prasarananya seperti gedung sekolah, fasilitas kesehatan, jalan, air bersih, dll.
Program 100 hari pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan prioritas pada peninjauan kembali RAPBN 2005, menetapkan langkah penegakkan hukum, langkah awal penyelesaian konflik di Aceh dan Papua, stimulasi ekonomi nasional dan meletakkan fondasi yang efektif untuk pendidikan nasional. (Gonggong& Asy’arie, 2005: 243)
a. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Sejak krisis yang dialami bangsa pada tahun 1998, kondisi perekonomian masyarakat Indonesia belum pulih. Upaya pengentasan kemiskinan yang juga pernah dicanangkan oleh presiden sebelumnya masih belum terlaksana sepenuhnya. Kondisi ini diperparah dengan terjadinya sejumlah bencana alam terutama tragedi tsunami di Aceh yang merenggut banyak korban dengan kerugian material yang sangat besar. Presiden SBY bersama Kabinet Indonesia Bersatu segera mengambil langkah-langkah penanggulangan pasca bencana. Salah satunya adalah dengan menetapkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2005 mengenai Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara. Selain itu dibentuk pula Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Aceh dan Nias (Yudhoyono, 2013).
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, upaya untuk pengentasan kemiskinan direalisasikan melalui peningkatan anggaran di sektor pertanian termasuk upaya untuk swasembada pangan. Anggaran untuk sektor ini yang semula hanya sebesar 3,6 triliun rupiah ditingkatkan menjadi 10,1 triliun rupiah. Untuk mendukung perbaikan di sektor pertanian, pemerintah menyediakan pupuk murah bagi petani. Selain berupaya memperkuat ketahanan pangan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga berupaya memperbaiki sektor pendidikan dengan cara meningkatkan anggaran pendidikan yang semula berjumlah 21,49 triliun pada tahun 2004 menjadi 50 triliun pada tahun 2007. Seiring dengan itu, program bantuan operasional sekolah atau BOS juga ditingkatkan. Perbaikan di sektor pendidikan ini berhasil menurunkan persentase tingkat putus sekolahdari 4,25% pada tahun 2005 menjadi 1,5% pada tahun 2006. Selain upaya untuk memperbaiki kelangsungan pendidikan para peserta didik, pemerintah juga meningkatkan tunjangan kesejahteraan tenaga pendidik.
Di bidang kesehatan, pemerintah memberikan bantuan kesehatan gratis untuk berobat ke puskesmas dan rumah sakit melalui pemberian Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin dan beberapa kali menurunkan harga obat generik. (Suasta, 2013: 33-36). Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan perhatian besar pada permasalahan kesejahteraan rakyat lainnya seperti sektor perumahan, pengembangan usaha kecil, peningkatan kesejahteraan PNS termasuk prajurit TNI dan Polri dan juga kesejahteraan buruh. Pelayanan dan fasilitas publik juga ditingkatan. Di bidang hukum, upaya pemerintah untuk melanjutkan program pemberantasan korupsi dan penegakkan supremasi hukum jugamendapat perhatian pemerintah.
b. Reformasi di Bidang Politik dan Upaya Menjaga Kesolidan Pemerintahan
Pemerintahan yang solid berpengaruh terhadap kelancaran jalannya program-program pemerintah sehingga upaya untuk menjaga kesolidan pemerintahan menjadi salah satu faktor penting keberhasilan program pemerintah. Seperti halnya pemerintahan pada era reformasi sebelumnya, pembentukan kabinet pemerintah merupakan hasil dari koalisi partai-partai yang mendukung salah satu pasangan calon presiden saat pemilu presiden, dengan demikian keberadaan koalisi dan hubungan partai-partai yang mendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus dijaga. Salah satu upaya untuk menjaga kesolidan koalisi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah pembentukan Sekretariat Gabungan (Setgab) antara Partai Demokrat dengan partai-partai politik lainnya yang mendukung SBY. Pembentukan Setgab juga bertujuan untuk menyatukan visi dan misi pembangunan agar arah koalisi berjalan seiring dengan kesepakatan bersama.
Setgab merupakan format koalisi yang dianggap SBY sesuai dengan etika demokrasi dan dibentuk sebagai sarana komunikasi politik pada masa pemerintahan SBY (Suasta, 2013: 25).Sejalan dengan upaya menjaga kesolidan pemerintahan, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melanjutkan reformasi politik seperti yang telah dirintis oleh pemerintahan sebelumnya pada era reformasi. Upaya untuk penerapan otonomi daerah dengan cara mengurangi wewenang pemerintah pusat dan memperluas wewenang pemerintah daerah dilakukan secara proporsional dan seimbang. (Suasta, 2013: 259). Selain itu, pemerintah juga mengupayakan reformasi birokrasi yang mengedepankan aspek transparansi, partisipasi dan akuntabilitas demi menciptakan good governance. Reformasi birokrasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah karena proses pengambilan keputusan dilakukan secara transparan dan dapat diakses oleh masyarakat terutama dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak seperti masalah kenaikan BBM dan pengadilan terhadap para koruptor.
Untuk membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat, pemerintah memaksimalkan penggunaan media sosial seperti SMS online dan twitter
. Melalui media tersebut, partisipasi masyarakat dalam perjalanan pemerintahan diharapkan meningkat. Di sisi lain pemerintah dapat dengan cepat mengetahui
pendapat masyarakat terkait masalah-masalah tertentu termasuk opini masyarakat terhadap berbagai kebijakan pemerintah dalam kasus-kasus yang dianggap krusial.
c. Upaya untuk menyelesaikan konflik dalam negeri
Selain berupaya untuk menjaga kedaulatan wilayah dari ancaman luar, upaya internal yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kedaulatan wilayah adalah mencegah terjadinya disintegrasi di wilayah konflik.
Konflik berkepanjangan di wilayah Aceh dan Papua yang belum juga berhasil diselesaikan pada masa pemerintahan presiden sebelumnya, mendapat perhatian serius dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kendati telah dilakukan pendekatan baru melalui dialog pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie termasuk dengan mencabut status DOM yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru, namun konflik di Aceh tidak kunjung selesai.
Pada masa pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah berupaya untuk lebih mengefektifkan forum-forum dialog mulai dari tingkat lokal Aceh hingga tingkat internasional. Di tingkat internasional, upaya tersebut menghasilkan Geneva Agreement(Kesepakatan Penghentian Permusuhan/Cessation of Hostilities Agreement(CoHA). Tujuan dari kesepakatan tersebut adalah menghentikan segala bentuk pertempuran sekaligus menjadi kerangka dasar dalam upaya negosiasi damai diantara semua pihak yang berseteru di Aceh. Namun pada kenyataannya, CoHA dan pembentukkan komite keamanan bersama belum mampu menciptakan perdamaian yang sesungguhnya. Belum dapat dilaksanakannya kesepakatan tersebut dikarenakan minimnya dukungan di tingkat domestik, baik dari kalangan DPR maupun militer selain tidak adanya pula dukungan dari pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka). (Yudhoyono, 2013).Selain berupaya menyelesaikan konflik Aceh melalui perundingan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melakukan pendekatan langsung dengan masyarakat Aceh melalui kunjungan yang dilakukan ke Aceh pada tanggal 26 November 2004. Dalam kunjungan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan pentingnya penerapan otonomi khusus di Aceh sebagai sebuah otonomi yang luas. Presiden juga berupaya untuk membicarakan amnesti dengan DPR bagi anggota GAM seraya menekankan bahwa solusi militer tidak akan menyelesaikan masalah Aceh secara permanen.
Selain konflik di Aceh, konflik lain yang berpotensi menjadi konflik berskala luas adalah konflik bernuansa agama di Poso. Konflik yang dimulai pada tahun 1998 tersebut terus berlanjut hingga masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Salah satu kebijakan presiden untuk menyelesaikan konflik Poso adalah dengan mengeluarkan Intruksi Presiden No 14 Tahun 2005 tentang langkah-langkah komprehensif penanganan masalah Poso.
Melalui Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan untuk:
1. Melaksanakan percepatan penanganan masalah Poso melalui langkah- langkah komprehensif, terpadu dan terkoordinasi.
2. Menindak secara tegas setiap kasus kriminal, korupsi dan teror serta mengungkap jaringannya.
3. Upaya penanganan masalah Poso dilakukan dengan tetap memperhatikan Deklarasi Malino 20 Desember 2001.
Selain konflik Aceh dan Poso, konflik lain yang mendapat perhatian serius pemerintah adalah konflik di Papua. Seperti halnya konflik di Aceh, upaya untuk menyelesaikan konflik di Papua juga mengedepankan aspek dialog dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kurangnya keadilan bagi masyarakat Papua menimbulkan adanya perlawanan dan keinginan sebagian masyarakat untuk memisahkan diri dari NKRI. Perhatian pemerintah sudah sewajarnya lebih diberikan untuk meningkatkan sisi ekonomi dan pemberdayaan sumber daya manusia masyarakat yang tinggal di wilayah ini melalui pemberian pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka di bidang pertanian dan pemahaman birokrasi, terlebih propinsi Papua memiliki sumber daya alam besar terutama di sektor pertambangan. Terkait dengan itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengeluarkan kebijakan otonomi khusus bagi Papua. Otonomi khusus tersebut diharapkan dapat memberikan porsi keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan kepada orang asli Papua.
Kebijakan tersebut didukung oleh pemerintah melalui aliran dana yang cukup besar agar rakyat Papua dapat menikmati rasa aman dan tentram di tengah derap pembangunan (Suasta, 2013: 294).
d. Pelaksanaan Pemilu 2009
Berbagai pencapaian pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meningkatkan popularitas dan kepercayaan masyarakat kepadanya. Hal ini juga tidak terlepas dari gaya kepemimpinan yang berkorelasi dengan penerapan berbagai kebijakan pemerintah yang efektif di lapangan. Transparansi dan partisipasi masyarakat juga menjadi faktor penting yang berperan sebagai modal sosial dalam pembangunan termasuk adanya sinergi antara pemerintah dengan dunia usaha dan perguruan tinggi. Selain itu, situasi dalam negeri yang semakin kondusif termasuk meredanya beberapa konflik dalam negeri meningkatkan investor asing untuk menanamkan modal mereka di Indonesia sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Kondisi ini ikut mengurangi angka pengangguran yang di awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih sangat tinggi. keberhasilan beberapa program pembangunan juga tidak terlepas dari adanya stabilitas politik, keamanan, dan ketertiban serta harmoni sosial.
Berbagai pencapaian pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dirasakan langsung oleh masyarakat menjadi modal bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk kembali maju sebagai calon presiden pada pemilu presiden tahun 2009. Berpasangan dengan seorang ahli ekonomi yakni Boediono, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berhasil mendapatkan kembali mandat dari rakyat untuk memimpin Indonesia untuk masa pemerintahan berikutnya. Pada pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 8 Juli 2009 pasangan Susilo Bambang Yudhoyono berhasil memenangkan pemilu hanya melalui satu putaran.
e. Euforia Berdemokrasi: Demokrasi Masa Reformasi
Reformasi 1998 yang menumbangkan pemerintahan Orde Baru memberikan ruang seluas-luasnya bagi perubahan sistem dan penerapan demokrasi di Indonesia. Pemerintahan Orde Baru yang sangat sentralistik menimbulkan kesenjangan terutama bagi wilayah-wilayah yang dianggap kurang mendapat perhatian. Selain itu, pemilihan anggota legislatif dan pejabat eksekutif di daerah-daerah terutama para kepala daerah yang ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat meningkatkan rasa tidak puas terhadap pemerintah. Ketika pemerintah Orde Baru tumbang, keinginan untuk mendapatkan ruang politik dan pemerintahan untuk mengatur wilayah sendiri menjadi keinginan masyarakat di daerah-daerah yang pada akhirnya melahirkan Undang-Undang otonomi daerah. Pembagian hasil eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah juga disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Penerapan otonomi daerah tersebut diiringi dengan perubahan sistem pemilu
dan diselenggarakannya pemilu langsung untuk mengangkat kepala dareah mulai dari gubernur hingga bupati dan walikota. Di bidang pers, euphoria demokrasi juga melahirkan sejumlah media massa baru yang lebih bebas menyuarakan berbagai aspirasi masyarakat. Namun, kebebasan di bidang pers harus tetap memperhatikan aspek-aspek keadilan dan kejujuran dalam menyebarkan berita. Berita yang dimuat dalam media massa harus tetap mengedepankan fakta sehingga euphoria kebebasan pers yang telah sekian lama terkekang pada masa pemerintahan Orde Baru tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat.
f. Peran Pemuda dan Tokoh Masyarakat dalam perubahan Politik dan Ketatanegaraan
Tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa Reformasi 1998, seperti halnya juga terjadi di beberapa negara lain, menunjukkan bahwa sebuah perubahan hingga dapat mempengaruhi situasi politik nasional bahkan pergantian kepemimpinan, memerlukan energi yang besar dan ide-ide cemerlang sehingga mampu menarik minat masyarakat untuk berpartisipasi dalam gerbong perubahan itu sendiri. Pengaruh dan ide-ide tokoh masyarakat yang bersinergi dengan semangat pemuda dan mahasiswa yang energik melahirkan sebuah kekuatan besar dalam masyarakat (people power) untuk pada akhirnya melakukan perubahan.
Tokoh masyarakat dan pemuda khususnya mahasiswa memainkan peranan penting sebelum dan sesudah peristiwa Reformasi 1998. Tidak hanya sebagai pelaku yang berperan dalam menumbangkan pemerintahan Orde Baru, baik tokoh masyarakat maupun pemuda pada era reformasi juga berpartisipasi secara aktif dalam melanjutkan upaya untuk mewujudkan cita-cita reformasi.Salah satu upaya untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara, reformasi di bidang politik dan ketatanegaraan merupakan salah satu aspek yang mendapat perhatian besar sejak masa pemerintahan Presiden Habibie hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Banyaknya produk hukum dan undang-undang termasuk Tap MPR, instruksi presiden dan peraturan pemerintah menyangkut upaya untuk memperbaiki kehidupan politik dan ketatanegaraan telah dikeluarkan dan sebagian telah berhasil diterapkan.
Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari perubahan sistem pemilu. Perubahan sistem tersebut menghasilkan para anggota eksekutif dan legislatif dalam pemerintahan yang dianggap dapat lebih menyuarakan kepentingan masyarakat termasuk peran aktif tokoh-tokoh masyarakat dan mahasiswa yang sejak awal era reformasi telah aktif dalam mengawal perubahan sejak tumbangnya pemerintahan Orde Baru.
Beberapa dari mereka bahkan terpilih menjadi anggota legislatif dan menduduki posisi-posisi strategis dalam partai-partai politik hingga masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Selama era reformasi, regenerasi kepemimpinan dari tokoh-tokoh senior kepada tokoh-tokoh yang lebih muda juga memperlihatkan kepedulian organisasi masyarakat dan partai politik terhadap pentingnya peran serta aktif pemuda untuk memulai lebih dini dalam mengikuti perkembangan dan perubahan politik yang dalam beberapa hal juga mempengaruhi ketatanegaraan. Selain itu, peran aktif pemuda juga diharapkan dapat menyuarakan kepentingan generasi mendatang agar dapat lebih kompetitif dengan bangsa-bangsa lain di tengah arus globalisasi termasuk peningkatan anggaran di bidang pendidikan yang meliputi sarana dan prasarana serta peningkatan anggaran untuk melakukan penelitian.